Belajarlah menangis. Yang dimaksud bukanlah menangis dalam skenario drama, atau film yang dibuat-buat sebagai bumbu, pelengkap dan penyempurna adegan agar terlihat dramatis dan bersifat metaforis. Menangis disini bukan pula menangis diatas panggung dan tertawa dibelakang layar.
Bila orang menangis karena mendapat musibah, itu sudah biasa. Jika sekali waktu kita menangis karena merasakan sakit, ini juga sering terjadi. Tangis-menangis karena suatu sebab seperti hal-hal yang demikian tadi adalah biasa dan wajar karena timbul dari rasa iba hati, rasa sedih diri, atau karena merasakan sakit.
Tetapi pernahkan kita menangis tanpa sebab atau akibat yang belum pernah kita rasakan dan terjadi pada diri kita, atau dalam lingkungan kita? Pernahkan kita membayangkan suatu peristiwa yang belum tahu kejadiannya, dan tidak pernah terbayang dalam benak, kemudian karenanya lebih dahulu kita menangis? Boleh jadi hal demikian belum pernah terjadi, sebab bagaimana mungkin itu terjadi kalau tidak dengan perantara sebab akibat? Apa yang kita tangisi?
Tetapi belajarlah menangisi diri dihadapan Tuhan!
Merenung sejenak sembari menyesali berbagai kekeliruan kita selama ini, kemudian mulailah belajar menangis. Air mata yang menetes di keheningan malam, ditengah suasana lantunan do’a dan istighfar berangkat dari rasa kekhawatiran yang dalam, pertanda kita masih punya hati nurani.
Selayaknya kita merasa sedih dan berduka cita kalau-kalau Dia (Allah) tidak berkenan dengan perilaku kita selama ini. Sepatutnya kita merasa khawatir kalau-kalau amal ibadah kita tidak diterima-Nya. Bahkan, kita harus menyesal dan takut jika segala dosa-dosa kita tidak terampuni.
Belajarlah menangis seperti itulah yang harus dijadikan tradisi bagi setiap muslim. Tentu, bukan menangisnya yang dijadikan objek persoalan. Tapi penyesalan terhadap ibadah yang selama ini kita lalaikan. Boleh jadi, kebiasaan tersebut tak pernah atau jarang kita lakukan.
Alangkah kagumnya ketika kita teringat pada kaum salafus shalih (orang-orang salih terdahulu). Mereka tidak hanya mengerti tetapi juga meresapi dan mengamalkan seluruh ajaran-ajaran Islam. Sehingga wajar ketika dibacakan kepada mereka ayat-ayat Allah, lalu bergetarlah hati mereka.
Lalu bagaimanakah dengan diri kita? Sudahkah hati kita bergetar pada saat ayat-ayat suci Al-Qur’an itu dilantunkan? Alangkah indahnya bila kita termasuk orang-orang yang disebutkan oleh Al-Qur’an ,”Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu adalah mereka yang apabila disebut nama Allah bergetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya, bertambahlah iman mereka (karenanya) dan kepada Tuhanlah mereka bertawakal” (QS Al Anfal: 2). “Dan mereka menyungkur atas muka mereka sambil menangis dan mereka bertambah khusyu’” (QS Al-Isra’: 109)
Hati yang mati karena pengaruh gemerlapnya duniawi selamanya akan menghapus perasaan khusyu’. Bila sudah sedemikian jauh, alangkah celakanya kita. Karena bila dalam kehidupan hari-hari ini kita tak dapat menangis, maka kita akan menangis dalam kehidupan lain (hari kiamat), sebagaimana Rasulullah SAW ingatkan, “Setiap mata akan menangis di hari kiamat kecuali mata yang telah menangis karena takut karena Allah dan mata yang berjaga (ribat) di jalan Allah,” (HR Tirmidzi). Karenanya, mari kita belajar menangis sebelum ditangisi atau menangisi diri kita sendiri kelak di akhirat.
(dikutip dari majalah sabili oleh Ikhwan Fauzi)
Belajar Menangis
By Islamic Line 00.59 Kajian , Renungan
0 thoughts on “Belajar Menangis”